Dalam tarian ini ada nyanyian kisah-kisah yang samar-samar dimengerti karena berasal dari Bahasa Arab. Ada juga kisah sejarah Sultan-Sultan yang cukup terang dan nasihat-nasihat yang berkonotasi baik dalam nyanyian bahasa Aceh yang jelas dan terang. Adapaun kisah-kisah dalam nyanyian ini merupakan sisipan yang tumbuh kemudian dalam perkembangan sejarah Seudati itu, bahkan nyanyian-nyanyian India, Minangkabau telah dilakukan juga.
Pada masa sekarang nyanyian dan kisah-kisah tersebut sudah diatur dengan baik. Permainan seudati ini dipertunjukkan pada malam hari. Yang menentukan menang kalahnya adalah juri dan penonton. Seudati merupakan salah satu tari yang sangat digemari oleh masyarakat Aceh Timur.
Pada mulanya tarian ini berkembang di Aceh Utara dan Pidie, kemudian diperkenalkan ke Aceh Timur dan diterima oleh masyarakat sebagai tarian khas daerah.
Tari Seudati dimainkan oleh 8 orang yang terdiri dari 1 orang pemimpin yang disebut Syech, 1 orang pembantu Syech, 2 orang pembantu sebelah kiri yang disebut apeetwie dan 1 orang pembantu dibelakang yang disebut apeet bak, serta 3 orang pembantu biasa. Busana tari ini sangat sederhana terdiri dari celana panjang biasa berwarna putih, baju kaos lengan panjang yang ketat dan berwarna putih, kain songket dililit erat disekitar pinggang dan rencong diselipkan di pinggang serta ikat kepala berwarna merah.
Salah satu ciri yang paling menarik dari tarian khas Aceh adalah dilakukan berkelompok secara solid dan variatif. Hampir tak ada tarian Aceh yang dilakukan sendiri. Tari seudati merupakan satu dari sekian banyak bukti kemegahan seni budaya Aceh yang dilakukan secara bersama penuh makna dan atraktif.
Tarian seudati adalah tarian kebanggaan masyarakat aceh. tarian seudati diciptakan sebagai media dakwah yang dikembangkan penganut islam dalam menyebar agama islam di aceh. pada saat ini tarian seudati menjadi icon aceh yang selalu menggetarkan dunia seni tari. tarian seudati dimainkan minimal oleh 6 orang dan maksimal sebanyak-banyaknya (seluas kapasitas panggung). tarian seudati menggambarkan semangat heroik dan perjuangan. tarian seudati juga bisa dimainkan oleh perempuan dengan istilah seudati inong, gerakan seudati inong sedikit berbeda dengan seudati agama, mengingat postur tubuh antara inong dan agama yang berbeda sehingga ada penyesuaian dalam gerakannya.
Pertunjukan tari seudati sama memukaunya dengan kubah-kubah tarian Aceh lainnya selain tari saman yang akan diakui dunia. Bila ke Aceh, sempatkan datang pada waktu dan tempat yang tepat untuk sebuah "penyaksian" yang menggetarkan sekaligus membanggakan Nusantara ini.
Hentakan kaki, pukulan telapak tangan di dada dan pinggul, serta petikan jari telah menjadi bagian utama dari sebagian aksi tari seudati yang memukau.
Tari seudati begitu sederhana tapi sangat indah. Tanpa musik, tanpa gamelan. Hanya ada syair dan pantun. Musiknya bersumber pada gerakan tubuh dan syair dari penarinya sendiri. Kelenturan sekaligus keperkasaan memancar dari penarinya beriring dengan nyanyian yang berderap, badan penari meliuk cepat, semakin cepat, lalu berhenti tiba-tiba dalam suasana sunyi. Dipastikan penonton akan terbawa emosi hingga memnberikan letupan sorak dan teriakan untuk seni tari yang indah ini.
Nama ’seudati’ berasal dari akar kata syahadat atau syahadatain yang bermakna pengakuan, dua perkara penyaksian. Di dalam agama Islam, syahadat merupakan ikrar seseorang yang mengakui atau memberikan saksi berketuhanan dan kepemimpinan. Para penyiar agama Islam di bumi Serambi Mekah menggunakan tarian bernuansa agama sebagai metode penyebaran pesan ilahi. Ada pula yang mengatakan bahwa kata seudati berasal dari kata seurasi yang berarti harmonis atau kompak.
Seudati telah dikembangkan sejak agama Islam masuk ke Aceh.Diberitakan muncul pada awal perkembangannya dari Desa Gigieng, Simpang Tiga, Pidie di bawah bimbingan Syeh Tam dan juga di Desa Didoh yang dibimbing oleh Syeh Ali Didoh. Tak heran tarian ini lebih populer di daerah Pidie, Aceh Utara, dan Aceh Timur.
Awalnya, tarian seudati menggunakan bahasa Arab dan Aceh dimana memang digunakan untuk media dakwah. Tarian ini berikutnya dikenal sebagai varian bentuk tarian pesisir yang disebut ratoh atau ratoih yang artinya mengabarkan atau memperagakan. Tarian ini biasanya dijadikan pembuka sebelum permainan sabung ayam dulunya. Ratoh berfungsi sama seperti randai di Sumatera Barat, yaitu untuk mengabarkan sebuah perihal permasalahan di masyarakat dan bagaimana menyelesaikannya.
Tarian seudati begitu populer di seluruh tanah Aceh karena keunikan yang tak berbekal tambur, kecapi, atau pun seruling. Kesenian ini hanya menggunakan vokal pelantun syair saja yang dipadupadankan dengan gerakan lincah, harmonis, dan terkadang kaku sebagai perlambang kebesaran dan keperkasaan seorang pejuang.
Tarian seudati dibawakan dengan mengisahkan berbagai macam masalah yang terjadi agar masyarakat tahu bagaimana memecahkan suatu persoalan secara bersama.
Tak banyak tarian di negeri ini yang mampu membuat keheningan menjadi lautan atmosfir kekaguman hanya karena bertumpu pada keharmonisan gerak anggota badan dan suara yang dihasilkan oleh tepukan. Bagai lantunan lagu rap yang biasa dipopulerkan masyarakat Afro-Amerika, seorang aneuk syahi telah jauh mengawalinya puluhan tahun sebelumnya di Tanah Rencong.
Penarinya berformasi 8 hingga 10 orang dengan mengenakan celana panjang dengan baju ketat berwarna putih. Kepala penari dihiasi ikat yang disebut tangkulok dan sarung sebatas paha tempat diselipkan rencong yaitu senjata tradisional Aceh.
Tari seudati selalu dipimpin oleh seseorang yang disebut syeikh sebagai lambang dari keimanan yang dipersaksikan dalam syahadat. Syeikh ini dibantu seorang pembantu syeikh. Setelah itu ada dua orang di sebelah kiri yang disebut apeet wie, satu orang pembantu lagi di bagian belakang yang disebut apeet bak, dan tiga orang pembantu lainnya yang menyertai semua peran tadi. Delapan orang ini ditemani penyanyi yang biasanya dua orang atau disebut aneuk syahi.